Lost With Bieber (#2)

Semua siswa turun dari bus, mereka sampi di pelabuhan, tinggal menuggu masuk pesiar yang sudah ada di depan mata mereka.Akta berdiri sendiri di pinngir dermaga, dia memperhatikan pesiar yang akan dia gunakan bersama teman-temanny nanti.
“Ayeyeyeyyyeee!!!” Justin muncul, dia tiba-tiba merebut topi yang menempel di kepala Akta dan membawanya kabur.
                “Justin!!! Kembalikan topiku!!!” dia berlari mengejar Justin yang terus menjauh darinya. Arshavin dan Ryan dempat melihat mereka berdua, dan mereka hanya tersenyum.
Justin naik kesebuah kapal ferri, Akta mengikutinya. Disana ada banyak kayu-kayu gelondongan dan karung-karung kumuh,entah apa isinya.
                “Justin keluar kau!! Jangan main-main denganku ya!!! Klau ketemu kuhabisi kau!!” Akta melihat sana-sini yang ada hanya ratusan kayu gelondongan yang tersusun rapi membentuk barisan tumpukan berwarna coklat. Akta berjalan di sela-sela kayu itu. Pandangannya menyapu setiap tempat,berharap menemukan si memuakkan Elektron, Justin itu.
                “Justin Drew Bieber!!!! Keluar kau!!!!!”
TEEEEETTTTTTT……… teriakkan penuh kekesalan Akta menggema di lautan bersamaan dengan deru mesin kapal.
                “hah??? Apa ini?” Akta kebingungan, dia merasa kapal tempat dia berada sekarang bergerak, suara mesin itu dari kapal itu. Sejenak dia berjalan ke pinggir kapal, dia melotot.
Kapal tempat dia berada sekarang bergerak, perlahan menjauh dari pelabuhan,berlayar ke tengah laut.
                “Tidak!!!!!! Hentikan kapal ini!!!! Aku masih disini!!!!!” Akta kebingungan, dia melompat-lompat tidak karuan, suasana hatinya makin tidak enak ketika melihat pesiar yang seharusnya dia berada sekarang juga mulai bergerak menuju arah yang berlawanan dengannya. “WAIT ME!!!!”
                “Berhenti berteriak!!!” seseorang muncul, Akta membalikkan badan. Tampak sosok pria bertubuh kekar dan berwajah garang di sana.
“Tuan!!!” Akta menghampiri pria itu “tolong hentikan kapal ini, aku haru s pergi” dia memohon, sedikit raut bahagia di wajahnya.
                “kau bilang pergi?” pria itu menatap tajam, membuat Akta mulai takut dan mundur beberapa langkah “kau mau pergi setelah temanmu mengetahui semua rencana kami?” Pria itu menjentikkan jarinya, kemudian muncul seorang pria lain dari dalam kapal.
Akta terkejut melihat seorang lagi yang berada di belakang pria itu, dia dating bersama Justin yang berada dalam cengkramannya, tangannya menodongkan sebuah pisau di leher Justin yang sudah tak karuan keadaannya. Dia benar-benar terlihat ketakutan, matanya merah nyaris menagis, wajahnya juga pucat basi.

                Di sebuah ruangan yang gelap dan berdebu, sarang laba-laba dimana-mana, ada macam-macam onggokan kayu dan besi-besi tua. Akta  melihat sekeliling, tempat yang menyeramkan dan dia tak pernah berpikir untuk tinggal berlama-lama disana. Dia duduk sambil mendekap tas punggungmu erat-erat,  duduk berseberangan dengan Justin, yang berada di sudut ruang. Sejenak Akta mengalihkan perhatian untuk melihatnya. Dia tertunduk, kepalanya dia benamkan di sela-sela lututnya yang dia tekuk. “pemalas, bias-bisanya dia tidur di tempat seperti ini” Akta berkomentar. Sambil membuka tas ransenyau, mengambil ponsel. “DAMN!!!” keluhmu lantaran tak ada sinyal, ponsel itu dia masukkan ke dalam saku jaket.
                Malam semakin larut, dari sela-sela dinding yang berlubang Akta bias melihat cahaya bulan yang terang. Akta kembali melihat Justin, cowok itu masih berada pada posisinya, sama seperti tadi. “apa yang harus kita lakukan? Apa kita bunuh mereka?” terdengar percakapan dari luar sana, Akta  berdiri dan mendekati pintu, memepetkan telinga ke pintu yang terbuat dari kayu tua. “besok, kita tendang mereka ke laut!! Dan mereka tidak akan merepotkan kita.” Dia benar-benar terkejut mendengarnya dan langsung bergegas menghampiri Justin, jongkok di sampingnya.
                “Justin…. Hey.. bangun! ayolah..” Akta menggoyang-goyangkan tubuh Justin sambil sesekali melihat kea rah pintu. “Justin…” tapi dia sama sekali tak merespon. Akta menegakkan kepalanya.
“Mommy….” Justin mengigau, wajahnya terlihat pucat.
                “Justin, apa kau baik-baik saja?” Tanya Akta sambil memegang keningnya “panas sekali.” Terasa dia yang demam tinggi, dia juga berkeringat dingin. Kamu meraih tasmu dan mengobrak-abrik isinya, ada sebuah kotak bekal, ketika membukanya dia mendapati lima tumpuk roti tawar serta sebungkus keju. Ada secarik kertas disana *oleh-oleh ya. ~Arta” Akta tersenyum membacanya. Lalu Akta menemukan sebotol minyak angin. Leher,kening dan telapak tangan Justin Akta olesi dengan minyak angin itu supaya dia merasa hangat dia sendiri juga memakaikan jaket ke tubuhnya.
                “Cepat sembuh Justin, aku tidak mau mati disini.” Bisiknya lalu dia tertidur disana.

Samar-samar cahaya matahari yang masuk lewat dinding kayu berlubang menerpa wajah Justin, menembus kelopak dan retinba matanya. Dia membuka matanya perlahan-lahan, melihat sekeliling dan akhirnya dia melihat sosok Akta yang tertidur dengan kepala yang bersandar di bahunya. “Akta…” lirihnya “Akta bangunlah, bahuku sakit” ucapnya sambil mengalihkan kepala Akta dari bahunya , Akta yang terusik pun terbangun.
“justin? Kau sudah baikkan” tanyamu perhatian.
“better.” Jawabnya dengan mata yang berbinar Akta yakin kalau dia sudah sembuh. Artis yang satu ini, ternyata obatnya sederhana, hanya minyak angin.Gadis itu tersenyum lalu mengambil sesuatu dari tasnya, bekal itu.
“Kau lapar?” tawar Akta, dia tidak menjawab dan justru menangkat sebelah alisnya.
“Apa kau gila?” tanyanya membingungkan Akta dan dia mulai memasang wajah menyebalkannya, wajah Justin usil yang terus membuat gadis itu berpikiran buruk karena ingin sekali mencakar wajah memuakkan itu. “Kita berencana pergi dengan pesiar, kau ini lucu,atau bodoh? Kau membawa bekal untuk berlibur dengan pesiar? Kau manusia teraneh yang pernah kukenal! Aku rasa kau mendapatkan otak yang berbeda dengan manusia normal sepertiku. Kau it….”
“Makan ini!!!” Akta memasukkan selembar roti tawar ke mulut Justin dengan kasar lantaran kesal hatinya dan telinganya juga mulai panas mendengar ocehan Justin yang tidak berguna itu. Dia diam mengunyahnya, sambil tersenyum di tengah mulutnya yang penuh.

“Mereka akan membunuh kita, aku mendengar perckapan mereka semalam. Mereka akan membuang kita ke laut nanti malam. Aku tidak mau mati sekarang Justin.” Akta merengek dan menarik-narik baju Justin.
“kau pikir aku ingin mati?!” dia kesal dan mengelakkan tangan Akta dari bajunya “Kita buat strategi” Justin berbicara dengan penuh keyakinan. Sejaenak di aberpikir sementara otak Akta sudah dipenuhi kegalauan smapai tak bisa berpikir lagi.
“come here” dia menyuruh Aktamendekat, dia membisikkan sebuah rencana yang dia susun dalam waktu singkat di otaknya itu.
“Aku tidak mau!!” tolak Akta “ini terlalu bahaya!”
“Terserah kau saja. Kalau kau tidak mau aku bisa melakukannya, aku bisa melakukannya sendiri. Biar saja kau mati dilempar mereka ke laut. Aku tidak peduli, lagipula dengan begitu hidupku akan lebih tenang.”

“Sialan kau!! Aku ikut.” Balas Akta dengan terpaksa. Justin tersenyum lebar, entah apa maksud senyumannya itu.


Ketika malam tiba, Akta dan Justin memasukkan besi-besi tua yang ada di dalam ruangan tempat kalian dikurung ke dalam sebuah karung besar, mengikatnya erat-erat. Menggunakan jepit rambut Akta justin berusaha membobol lubang kunci pintu yang mengungkung kalian, sementara Akta mengintip keluar dari lubang di dinding pojok ruangan. Berjaga-jga kalau ada orang yang lewat.
“Justin cepatlah,” Bisik Akta, jelas sekali ada kecemasan luar biasa dibalik suara lirihnya yang sampai juga di telinga Justin  tapi cowok bermata hazel itu tidak menggubrisnya..
“Justin, ssstttt tin, tin tin,”
“Kau ini berisik sekali, kau bisa diam tidak?” kecam Justin dengan nada yang sama pelannya dengan cara Akta hanya saja lebih dipenuhi tekanan., “nah bisa,” senyum sumringah timbul seketika, Akta bergegas menghampiri Justin, gadis itu memeriksa pintu yang memang telah berhasil dibobol kuncinya oleh Justin.
“Kau berbakat juga menjadi pencuri,”
“Dasar kau ini,” sebuah jitakan mendarat tepat di puncak kepala Akta.
“Lakukan rencana kedua,” Akta mulai bersemangat, Justin tersenyum karenanya dan juga harapan hidup mereka meningkat setelah dia berhasil membuka kunci pintu itu.

Komentar

Postingan Populer