Common Denominator

Sebuah cerita, kisah terbaru dari cerita "Love is Simple"
 Flashback:
             Jalinan hubungan Justin dan Canis membuat iri setiap orang yang mengenal mereka, cerita begitu indah namun perlahan lenyap ketika Bintang, sahabat lama Canis datang dan berhasil menumbuhkan rasa membingungkan di benak canis. lama berkutat dengan hatinya sendiri, dalam kebimbangan hingga dia tak menyadari bahwa Justin yang selalu ada untuknya tengah menghadapi sebuah permasalahan besar. kebingunganitu akhirnya menajdi sebuah keputusan, Canis memutuskan Justin dan Justin merelakannya untuk Bintang. Justin pindah ke sebuah kota, menuruti keinginan ayahnya yang menghendakinya untuk tinggal bersamanya setelah sekian lama terpisah karena perceraian.


Tapi hidup terus berlanjut dan Canis, Justin serta Bintang tak pernah menyadari bahwa cerita mereka ternyata tidak selesai saat Justin merelakan dan pergi. semuanya berlanjut, mencari siapakah  THE COMMON DENOMINATOR





 

Common Denominator (Love Is Simple. NEW CHAPTER)


            “Bye Canis!”
Justin melambaikan tangannya lalu bergegas masuk ke dalam mobil yang dikemudikan ibunya dengan diiringi pesan “hati-hati di jalan!” dari Canis yang terus menatap mobil sedan hitam itu hingga lenyap di ujung jalan. Dia tersenyum bahagia karena akhirnya setelah hampir satu tahun dia bisa bertemu lagi dengan cowok special yang pernah menempati ruang kosong di hatinya itu.
            Justin sudah benar-benar secara fisik, cowok yang dulu sepantaran dengannya itu kini telah jauhlebih tinggi darinya, potongan rambut bahkan cara tersenyum yang lebih menunjukkan sisi kedewasaannya. Jauh berbeda dengan Justin yang dulu. Meskipun begitu, sikap cowok blonde itu masih sama saja, masih tetap ceria, awut-awutan, sok romantis dan tentunya baik hati. Sangat baik.
            “Dia sudah pergi,”
Kata-kata Bintang mengusik lamunan Canis, membuat gadis yang kini berambut panjang sepunggung itu tersentak dan langsung mengikuti langkah Bintang yang berjalan menuju teras rumah, duduk di tangga sambil memainkan ponsel.
            “Heh, seharusnya dia menginap walau hanya semalam. Malam inikan pembukaan festival,” Canis menggerutu, dia duduk di samping Bintang yang memasang wajah cemberut,”
            “Kau bisa pergi ke festival bersamaku, itu pun kalau kau mau,”
Canis tersenyum geli mendengar ucapan ketus Bintang. Kakinya terayun beberapa langkah dan langsung duduk di samping Bintang yang focus pada ponselnya.
            “Cemburu ya?” Dia menyiku lengan Bintang, menggodanya.
            “Siapa yang cemburu pada Justin? Aku lebih baik darinya,”
            “Benarkah? Bagaimana kalau aku bersama dengannya lagi?”
            “Terserah, ada lebih banyak gadis yang menyukaiku,”
Sebuah gurauan di hari itu bukan hanya sebuah gurauan, tapi Canis dan Bintang tak mengetahuinya. Memang tak ada yang bisa mengetahui cerita selanjutnya dalam hidup. Tapi yang pasti, memang harus ada yang bahagia dan terluka ketika sebuah fakta yan terpendam terungkap,ketika yang terluka memberontak dan tak ingin terus terluka.
***
            Sebuah pelukan diterima Canis dari ayah dan ibunya, berat rasanya untuk berpisah dengan putri tercinta, putri semata wayang. Tuan putri di rumah sudah beranjak dewasa dan harus mengepakkan sayap-sayapnya, mendapatkan hal baru. Canis memeprhatikan mobil  yang membawa ayah dan ibunya hingga lenyap di tikungan di bawah pohon maple yang menguning. Dia diterima di sebuah universitas di luar kota, di kota yang sama dengan tempat tinggal Justin,mantan kekasihnya memberikan begitu banyak kenangan.  Angin sore sepoi-sepoi berhembus membawa aroma cemara yang menyeruak dari sisi barat, sebuah perkebunan cemara. Canis memantapkan hatinya untuk memulai hari baru dan cerita baru, di tempat baru, teman-teman baru, kampus baru, angin baru namun tetap bersama Bintang yang menyewa semua kamar di bangunan di sisi bangunan tempatnya menyewa kamar. Dan yang paling menyenangkan dari semua itu adalah dia akan bertemu Justin lagi, dia ingin menebus begitu banyak kebaikkan dari cowok berhati emas itu.
            Canis sedang membereskan buku-buku dan alat tulisnya yang lain di atas ranjang ber-cover langit bertabur miliknya ketika ponsel di sisi kakinya bordering. Bintang, nama yan tertera di layar membuat bibir gadis itu menyunggingkan senyuman tipis.
            “Hai,”
Sapa Canis pada orang di ujung telepon,
“Hai, ikat rambutmu bagus”
Kata itu membuat Canis refleks memutar bola matanya, melihat kea rah jendela kamarnya yang tirainya tersingkap dan mendapati sosok Bintang di jendela dari sebuah kamar di bangunan seberang, teapt berhadap-hadapan dengan jendela kamarnya.
            “Seseorang yang menyebalkan dan membuatku menunggu di tengah hujan seminggu lalu memberikan ini kepadaku sebagai permintaan maaf,”
Kalimat Canis berakhir tepat saat gadis itu telah berdiri di depan jendela dan membuka jendelanya, berdiri disana dan menemukan raut masam Bintang dalam keremangan malam.
            “Canis ayolah,” Rengek cowok itu.
            “Apa? Bukankah kau yang memulai pembicaraan ini?”
Gadis itu masih belum mau menghentikan godaannya, melihat wajah Bintang yang lucu saat cemas dan merasa bersalah itu sangat menyenangkan meskipun juga mulai membosankan karena sudah terlalu sering kata maaf terucap dari Bintang, terlalu sering bahkan Canis sudah tak bisa menghitungnya lagi. Kesalahan-kesalahan kecil yang terasa besar karena selama dia bersama Justin, dialah yang lebih sering meminta maaf.
            “Canis,”
            “Ya,”
Suara Bintang yang melirih, menimbulkan pertanyaan di benak Canis. Dia merasakan perubahan besar di suara itu setelah beberapa saat terdiam dalam keheningan.
            “Maaf ya, tadi tidak bisa ikut menemani saat orang tuamu pulang, aku dan dad punya urusan,”
Dan sekali lagi Bintang meminta maaf, maaf seperti sudah menjadi kebiasaannya sejak empat bulan yang lalu, saat kedua orang tuanya bercerai. Canis mencoba memakluminya. Mungkin semua akan cepat berlalu karena orang tua Bintang bercerai baik-baik, Ayahnya bahkan masih sering berkunjung, sama sekali tidak ada pertengkaran. Sungguh bertolak belakang dengan segala keributan keluarga boroken home, seperti keluarga Bieber yang membuat Justin selalu menekan segala hal ke dalam dirinya sendiri.
            “Tidak pa pa, ngomong-ngomong tadi kau kemana?”
Tak ada jawaban, Canis mengamati gerak-gerik Bintang di seberang sana.
            “Mom membeli rak buku untukku,” Bintang tersenyum, menggeser sedikit posisi duduknya hingga Canis bisa melihat ke dalam kamar Bintang, sebuah rak buku berwarna biru tua yang tergantung di tembok di dekat meja belajar. Dan kembali hening. Sama-sama bingung harus membahas apa lagi, tidak menemukan topik, tidak ada topik di dalam kepala mereka. Setiap detik yang berlalu akhirnya terlewatkan dengan saling memandang, tersenyum dan merona dalam waktu bersamaan. Langit bertabur bintang seolah tak mampu digunakan sebagai penghitung jumlah cinta di antara Bintang dan Canis.
            “Bintang aku sudah selesai!”
Seruan dari luar kamar Bintang mengganggunya. Canis tersenyum karena menemukan cara baru untuk menggoda Bintang.
            “Pantas baunya sampai kesini,”
Bintang  menggaruk bagian belakang kepalanya.
            “Aku mandi dulu ya, malam Canis! Carilah rasi bintangmu saat aku kembali okey?”
            “Aku mau membereskan bukuku. Canis minor tidak muncul bulan ini.”
Lagi-lagi Bintang tersenyum, dia menutup sambungannya dan melambaikan tangan kepada Canis, Canis membalasnya dan tak lama jendela kamar itu tertutup,menyembunyikan Bintang dari pandangan matanya.

            Canis merebahkan tubuh payahnya di atas ranjang,menerawang langit-langit kamar. Mendengarkan lagu Today was a fairytale dari kamar sebelah yang mengalun lembut dalam keheningan malam, suara berisik dari kamar di depan kamarnya dan deru mesin dari jalan yang memecah kelengangan dalam beberapa detik waktu.  Nada dering ponsel kembali bordering,  tangan Canis meraba-raba bagian atas kepalanya,mencari ponsel dengan bermalas-malasan. Dia berpikir bahwa Bintang sangat merindukannya,baru setengah jam yang lalu dia menelpon dan sekarang sudah menelpon lagi.
            “Kau yakin sudah mandi ha?”
Tanya Canis setelah menempelkan benda pipih itu di telinganya tanpa melihat terlebih dulu siapa peneleponnya.
            “Kau sedang menunggu telepon seseorang? Maaf kalau aku mengganggu,”
Suara lembut di seberang sana memaksa Canis untuk bangkit dari ranjang, dia duduk bersila dengan raut tak percaya saat menemukan nama Mine, dilayarnya. Nama kontak Justin di ponselnya yang baru dia sadari kalau belum dia ganti sejak dulu.
            “Aku akan menelepon nanti saja kalau begitu,”
            “Kau tidak mengganggu,”
Sahut Canis cepat-cepat, ada kecanggungan di suaranya. Rasanya sudah lama dia tidak mendengar suara Justin dari ponselnya, dia bahkan tidak ingat lagi kapan hari itu terjadi.
            “Aku senang mendengarnya,” Justin membalas seperti biasanya, dengan suara berbingakai kutulusan yang tidak dibuat-buat.
            “Aku juga senang mendengar suaramu lagi,”
Canis segera menelan ludahnya, kebeodohan macam apa yang baru saja dia katakan itu?
            “Kau belajar melawak ya? Sejak kapan?”
Tawa terdengar dari sela-sela komentar Justin, kelegaan itu menyejukkan dada Canis. Dia bersyukur karena dianggap pelawak oleh Justin.
            “Berhentilah meledekku,” Canis mencoba larut dalam candaan Justin, menghentikan kecanggungan yang disadarinya tidak terjadi pada diri Justin.
            “Ngomong-ngomong kenapa menelepon?”
            “Untuk meminta maaf karena aku tidak bisa membantumu di kamar baru. Senang sekali kita bisa satu kota dan satu kampus,”
            “Tidak pa pa, kau sibuk ya? Ehm, hari ini sepertinya semua orang punya urusan sendiri sampai tidak bisa membantuku,”
Canis menarik kesimpulan dari percakapan antara dirinya dengan Bintang dan juga Justin. Berlagak menggerutu di empat kata terakhir.
            “Semua orang?”
            “Tadi Bintang juga punya urusan sendiri. ah lupakan! Bukan hal yang penting untuk dibicarakan.”
Basa-basi dalam percakapan berakhir dan berlanjut dengan perbincangan menyenangkan, bertukar cerita tentang kejadian-kejadian yang mereka alami selama mereka terpisah satu tahun terakhir. Dalam percakapan yang menghabiskan waktu cukup lama itu, Canis dan Justin sama-sama mengehindari pembicaraan tentang masa lalu mereka. Tidak mau mengungkit kebahagiaan yang berakhir dengan cara tidak menyenangkan itu, saat Justin merelakan Canis pergi bersama Bintang.
***

            Canis dan Bintang keluar dari bangunan tempat mereka tinggal secara bersamaan, keduanya memperhatikan jalanan aspal basah oleh embun di depan mata, beberapa orang melintas disana. Mengawali hari dengan senyuman, Bintang langsung beranjak dari teras depan, menjejakkan kakinya di jalanan, berlari ke tempat Canis berdiri, saling memberikan senyuman untuk kemudian bergegas bersama-sama berlari melintasi jalan menuju halte bus yang terletak di ujung jalan.

           

           




Komentar

Postingan Populer