Last Song (bagian Dua)

Matahari seolah tenggelam lebih awal , hari terasa begitu cepat berlalu. Obor-obor di depan rumah-rumah penduduk mulai dinyalakann. Bergoyang-goyang, menari-nari, menjilat-jilat ketika tertiup anginmalam. Serigala mengaung dari puncak Pegunungan Deor sepert menyambut kehadiran rembulan yang malam itu mucul semprna, namapak seperti tempayan, pucat cahayanya yang jatuh ke bumi.
Hampir tengah malam, gagak-gagak berterbangan,carut-marut di atas hutan cemara. Mereka terusik, berputar-putar namaun tak bersuara seolah mulut di paruh mereka telah dikunci supaya tak menimbulkan lengkingan yang menkhawatirkan.
Dillan dan kelima kawannya belum tidur, mereka masih cekikikan , bermainkartu sambil menikmati teh hangat. Ssekali kawan lain yang sudah tertidur, terbagun dan menyuruh mereka agar tidak berisik. Ada juga yang melemparkan perisai karena terlanjur dibuat jengkel. “Ssssstt, kita bias ditusuk oleh mereka,” Dillan terkekeh sendiri oelh lelucom sindiran yang dibuatnya sendiri.


Indah senyumanmu
Biarkan bunga-bunga kembali menguncup
Teduh senar matamu
Biarkan bintang-bintang bersembunyi di balik awan
Lalu katakana padaku hal apa di dunia ini
Yang lebih indah dibandingkan cintamu


Lagu masih terdengar dari kamar Nhika, gadis itu tak bias tidur lantaran ada sesuatu yang mengganjal di hatinya yang membuatnya resah tapi lagu itu secara perlahan mampu menyihirnya dan melenyapkan keresahan itu.

Raja baru saja merapikan gulungan-gulungan perkamen serta buku-bukunya dari meja kerja. Mengembalikannya ke dalam susunan rapi dicrak. Setelah mematikan lentera ruangan, dia keluar dari ruangan. Melangkah menuju kamranya dengan langkah lelah. Matanya mendadak melotot, ada sesuatu yang tiba-tiba terasa olehnya ketika dia hendak menarik pegangan pintu. Dia bergegas membalikkan badan, berlari menuju slah satu pintu, pintu yang meuju ke sbuah menara, dia membunyikan lonceng tanda bahaya.
Suara lonceng membumbung di udara, mengusik tidur penduduk yang awalnya meringkuk kini mulai mencari keberadaan anak-anaknya, ada bahay dating. Keriuhan dan memenuhi Vat’Uruna.
Dillan dan kelima kawannya yang baru saja merebahkan diri, melompat dari ranjang secara bersamaan, bersama dengan para prajurit lain yang telah terlelap. Mereka bergegas memakai tunik, mengencangkan tali sepatu, menarik pedang serta perisainya. Dengan penuh kesigapan dan kewaspadaan mereka keluar dari asrama , berlari, bergabung denagn prajurit lain di medan pertmpuran dadakan yangmemenuhi kawasan Vat’uruna di sekitar istana raja.
Zargol meraung, bersiap dengan pedang panjang di genggaman tangan besar mereka yang kuat. Monster bertubuh manusia besar , tingginya hampir tiga meter dan berkepala nyaris mirip serigala serta bermata merah itu mampu membantai tiga hingga lima prajurit sekaligus dalam satu kali ayunan pedangnya yang tajam dan berkilauan,memantulkan cahaya bulan serta obor. Berdentang-dentang menimbulkan kemirisan dan kekhawatiran,ketika beradu denagn pedang prajurit termasuk perisai-perisainya.
Seekor Zargol meraung , berteriak kesakitan, menimbulkan sura yang memekakan telinga ketika lima buah pedang prajurit terhunus , nberhasil menembus kepalanya, menusuk jantung yang ada di dalamnya. Dia jatuh ke tanah, menggeliat-geliat seperti cacing kemudian dalam hitunagn detik tubuh makhluk itu berubah menjadi asap hitam yang menimbulkan bau busuk.
“jumlah mereka ratusan!” teriak Dillan di tengah-tenagh pertempurannya , dia melompat menghindari seranagn Zargol yang sulit dia dan keempat kwannya taklukkan.
“Banayk prajurit yang tewas di pertempuran sisi barat. Kurasa ada yang membebaskan mereka.”
“Oposisi kaum laknat pasti pelakunya. Ada sihir disini,”
“Darimana kau tahu?”
“Kita tak merasakan kehadiran mereka. Raja yang membunyikan lonceng bahaya tadi,”
“Sial!” Dillan megutuk perisainya yang bengkok karena menahan ayunan pedang si Zargol. Ketika dia lenagh lagi , si Zargol kembali menyerangnya , pedang makhluk berwujud menjijikkan itu terayun dari atas,hendak memebelah kepala Dillan. Rasanay sudah tak sempat lagi untuk menahan dan menhindar , tak ada waktu.
Cahaya biru keputihan, berbentuk seperti kepala naga di ujung depannya,terbang menukik dari atapistan , tepat dan cepat seperti kilat memebelah kepala Zargol sebelum pedang pedangnya menyentuh kepal Dillan. Kepulan asap hitam lagsung memberikan bau busuk, makhluk itu lenyap.
Cahaya –cahaya yang sama kembali melesat , kali ini jumlahnya belasan, menagarah ke para zargol . semua prajurit mendongkakan kepala, menatap ke tap istana, terlihat ujuh belas bayanag-bayang manusia yang meluncurkan anak-anak panah bercahaya ke arah medan pertempuran.
Para Zargol yang belum diserang. Memanfaatkan keterkejuatan para prajurit itu untuk kabur. Mereka mundur ke hutan , melarikan diri dari anak-naka panah bercahaya yang membawa mereka ke kematian itu yang telah melenyapkan puluhan dari mereka dalam waku kurang dari satu menit. Cepat sekali untuk makhluk-makhluk itu lenyp dalam pekatnya malam dan rimbunnya hutan.

Nhika hanya mampu menatap pilu kedaan Vat’uruna yang hancur. Dia menapaki tanah kemerahan berlumuran darah para prajurit yang tewas di pertempuran. Puing-puing rumah penduduk teronggok , beberapa di antaranya telah hangus menjadi arang, terbakar oleh lentera-lentera dan obor mereka sendiri saat pertempuran mengusik kediaman mereka. Bau busuk Zargol masih tercium, baunya menyengat dan membuat gadis itu ingin muntah.
“Nhika!” Dillan tiba-tiba dating, menyapa dan member horamat, “Yang Mulia mengingingkanmu di ruang pertemuan sekarang.” Prajurit yang pelipisnya memar akibat terhantam dalam pertempuran itu langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Sejenak Nhika terdiam, dia merasa aneh lantaran dia belumm pernah terlibat dalam pertemuan apa pun sebelumnya.


Nhika dan Dilla tiba di depan pintu besar bercat hitam . nhika masih ragu, tapi Dillan meyakinkannya untuk masuk. Gadis itu mendorong salah satu daun pintunya. Meyapukan pandangan ke dalam ruangan sanagat luas. Tidak ada seorang pun selain Raja Vollinn , ayahnya, pemimpin Kekaisatran parvana yang memaki pakaian berkabung, berupa jubah hitam. Air mukanya meununjukkan kedukaan yang begitu dalam. Dia duduk di kursinya mengahadap mej panjang yang di kelilingi kursi-kursi lain.
“Masuklah putriku,” katanay seraya mengangkat kepala, lebih tagak menatp Nhika, “KAu juga Dillan,’ dia beralih ke Dillan yang berdiri di sisi kiri belakan Nhika.
Dillan menarik kursi untuk Nhika kemudian duduk di kursinya sendiri setelah dipersilakan Raja Vollinn. Pria berjanggut panjang hingga leher itu menumpukkan kedua telapak tangannya di atas meja, di sisi kiri nya terdapat sebuah gulungan perkamen. Untuk sejenak tidaka ada yang bersuara hingga akhirnya Raja Vollinn menghela napas dan berkata.
“Semalam adalah serangan yang menakutkan, “ suaranya terengar berat , menyimpan banyak kepedhian, “Tidak ada seorang pun yang mengetahui kedaytangan mereka.” Dillan sedikit menegakkan tubuhnya , hendak mengutarkan hal yang dikeyahuinya, tapi dia masih mengurungkannya.
“Aku pun tak merasakannya sebelum para Zargol berhsil keluar dari penjara. Mengerikan sekali bertempur denagn monster-monster itu.”
“Saya menduga ada sihir yang digunakan dari pihk mereka, Yang Mulia.’ Dillan akhirnya mengatakan pemikirannya.
“Kau benar, karena itu semalam aku yang membunyikan lonceng. Hanya penyihir yang mampu merasakan sihir. Sayangnya aku terlambat mengetahuinya, sehingga para Zargol telah terlebih dudlu bebas.”
“Apa ayah tahu siapa pelkunya dan apa tujuannya?”
“Tidak ada yang lebih pantas dicurigai selain pasukan kaum Marleen, tidak ada pengguna sihir sehebat mereka. Dan tujuannya, kalian sudah mengetahui bukan? Bahwa mereka ingin menguasai seluruh kekaisaran. Aku sudah menduga suatu hala dan karena itu aku memamggilmu Nhika.”
Nhika menggesekkan ujung sepatunya ke lantai , berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Dia menatap ayahnya lekt-lekat.
“Mereka pasti akan meyerang Driana terlebih dulu, yang terjadi semalam hanya sebatas untuk menarik Zargol sebagai pasukan mereka. Driana sangat menguntungkan dari sisi manapun disbanding Vat’Uruna. Tapi tak ada banyak prajurit disana,” dia Nampak menyesali hal itu “Tapi aku sudah memeiliki sebuah rencna yang harus kau sampaikan ke Dewan Perwakilan disana.”
Buknnya aku berkeberatan ayah, tapi apakah tidak terlalu lama kalau aku yang mengatarkanannya? Butuh waktu lebih dari dua minggu, mungkin para Zargol sudah kesan semalam. Akan lebih cepat kalau kita mengirimnya denagn burung pengirim.”
Raja Vollin tersnyum, dia bangga putrinya berpikir sejauh itu. Dia menyandarkan punggung ke belakang
“Kau benar tentang mana yang lebih cepat, “ dia kembali mmenarik punggungnya, dadanya kini menempel di meja, “Tpi tidak mungkin merek langsung menuju Driana. Terlalu berbahaya untuk kaum Marleen yang telah kelelahan akibat sihir yang mereka gunakan semalam dan mereka pun pasti memebutuh waktu untuk berkompromi denagn zargol. Karena itu aku berharap kau mau pergi ke Driana. Kaum MArleen mungkin akan bergerak empat hari lagi . dewan perwakilan akan punya cukup waktu untuk mematngkan rencana.”
“Dan untuk hal kenapa aku tidak memakai burung pengirim serta memilihmu, Putriku. Burung pengirim hanya mampu mengirim, tidak memeliliki perlindungan apa pun, Kaum Marleen juga akan mudah mengetahui keberadaannya karena warnanya yang mencolok. Aku memelihmu karena aku percaya padamau, dan terlalu gegabah kalau aku mengirim anggota dewan kerajaan , ada banyak hal yang harus dilesaikan disini.”
Nhika terdiam dalam kebisuan, mencerna setiap perkataan ayahnya yang masuk akal dan penuh perhitungan. Tak ada yang diragukan lagi dari keputusan itu. Tapi tiba-tiba dia menemukan sebuah keganjalan.
“Aku sama saj dengan burung itu ayah,” katanya penuh kesadaran, “ aku tak bias meindungi diriku sendiri, aku tak bias bertarung bahkan dengan anjing sekalipun.”
“Tak pelru kau risaukan,” Raja Vollinn tersnyum “Kalau ada komandan battalion yang hebat di sampingmu,” dia melirik Dillan yang langsung menegakkan punggunya. Dillan menatap Raja Vollinn, bersipa menerima tugas. Nhika melirik denagn ujung matanya yang berbinar-binar. Sudah terbayang olehnya perjalananmenyenangkan dengan Dillan, si prjaurit yang sangat dia kagumi.
“Bolehkah saya menaynkan sesuatu Yang Mulia?” Dillan memecahkan keheningan sesaat di antara mereka bertiga, nadanya sopan da penuh kehati-hatian. Raja Vollinn diam , mempersilakan Diallan berbicara.
“Siapa pemanah-pemanah semalam? Kami belum pernah melihat merka sebelumnya.”
“JAwaban untuk itu akan dating sebentar lagi,”


Engsel pintu berdecit ketika daun pintunya di dorong oleh seseoarang yang dimksud Raja Vollinn dan membuat mereka berdiam diri, menuggu selama hamper lima belas menit. Nhiuka dan Dillan berpaling kea rah pintu , mengikuti tatapan lembut Raja Vollin.
Seoarang laki-laki muda, tinggi dan berpostur sedang. Besepatu hitam mengkilap, celana gelap dan tebal, kemaja putih menggembung \denagn bordiran berbentuk naga warna merah melingkara di ujung kedua lengan panjangnya, rompi ungu gelapserasi denan warna sabuk dan sarung pedang dari pedang yang dia sandang. Dahi nhika mengernyit, mengingat siapa laki-laki itu, laik-laki memuakkan di kebun apel beberpa hari lalu.

“Dia Justin, “ Raja Vollinn memperkenalkannya ketika Justin telah duduk di sampinganya, tepat di hadapan Nhika yang memasang wajah tak bersahabat untuk Justin. Panas bergejolak di dadanya setiap kali melihat wajah Justinyang diakuinya tampan. “Dia komandan junior dari pasukan rahasia RedDragon. Pasukan yang berhasil mengusir zargol semalam ,menggunakan panah sihir.”
“Sihir?” Dillan tak percaya mendengarnya, dia baru tahu bahwa ada pasukan kekaisaran yang dilatih menggunakan sihir. Mungkin karena itu, pasukan ini disebut pasukan rahasia.
“Kami orang-orang yang diseleksi karena kemampuan kami untuk dilatih sihir.” Jelas Justrin singkat. Suaranya datar tapi terdengar lembut.
“kalian tidak punya banyak waktu untuk saling berkenalan disini.”
“Berkenalan?” Nhika seolah memperolok kata dari ayahnya itu “Apa ayah yakin menyuruhnya untuk bergabung di perjalanan kami? Ak u dan Dillan sudah cukup” tegasnya.
“Tidak ada yang lebih aman dari ini Nhika. Kaum Marleen menggunakan sihir dan sihir hanya mampu dilawan dengan sihir. Sudahlah aku tak mau berdebat sola ini. “ Dia meraih gulungan perkamen di sampingnya dan meyerahkannya kepada Nhika “BAwa ini, jaga baik-baik dan serahkan kepada Dewan disana. Sekarng bersiaplah. Kuda dan perbekalan sudah disiapkan. Pergilah. Justin, Dillan kutitipkan nyawa putriku kepada kalian.”
“BAik Yang Mulia” jawab Justin dan Dillan serempak.
“Semoga langit meneduhkan jalan kalian, bumi menguatkan langkah kalian dan bintang-bintang menjaga kalian.”


Dillan membantu Nhika ke punggung kuda coklat yang telah di pelanai. Dia melirik Justin yang menyandang busur panah di punggungnya, laki-laki itu terdiam sejak tadi, dan sibuk denagn dia kuda putihnya sendiri.
“Aku perempuan, seharusnya aku yang memakai kud putih,” bisiknya pada Dillan yang tersenyum mendengar kecemburuan Nhika atas warna kuda.
“Kuda itu miliknya, “ Dillan menggenggamkan tali kekang kuda ke tangan Nhika seraya melirik bagian tepi leher kuda justinyang bahkan bersimbol naga merah.tanda bahwa itu haknya.
“Eh!” dia naik ke punggung kudanya sendiri yang berwarana coklat juga “Seharusnya kau senag karena punya kud yang sama, Daren bilang mereka lahir dari saru kuda.”
“Benarkah?” Nhika bahagia mendengarnya.
“Ayo berangkat!” seru Justin yang sudah berada beberapa meter di depan. Nhika dan Dillan meranarik kekang kuda masing –masing dan menjejakkan tumit di kuda. Mengikuti Justin.


“kita lewat hutan Fiur” kata Justin ketika Dillan dan Nhika telah sejajar dengannya. Sejurus Dillan dan Nhika seling menatap., mereka terkejut mendengar nama hutan itu.
“Apa kau sudah gila?” gerutu Nhika, “Akan memakan waktu lama jika lewat sana. Kita lebih baik lewat jalan biasa saja. Lebih cepat dua hari menurut perhitunganku.”
“Menurutku perhitunganku kalau kita mengambil jalan itu. Kita akan sampai ke tangan kaum Marleen dalam tiga hari.” Jawab Justin datar tanpa memperhatikan Nhika.
“Kita bisa melawannya,” sahut Dillan, tenang,
“Kau bahkan hampir mati semalam kalau panahku tak mengenai jantung di kepala Zargol semalam.”
Dillan terdiam, dia tak mampu mengelak lagi. Nhika menatapnya dan Dillan hanya menggeleng
“Terimakasih,”
“Cepatlah atau kita semakin dekat dengan kematian karena terlalu lama di keramaian,” Sejurus Justin menarik kekang kuda dan melesat dengan kudanya. Nhika mendengus kesal dan akhirny mengikuti apa yang dilakukan Justin, begitu pula dengan Dillan.

Komentar

Postingan Populer